Beranda | Artikel
Fikih Akad Salam (Bag. 2): Syarat dan Rukun
Senin, 10 Maret 2025

Melanjutkan tentang pembahasan fikih akad salam, telah berlalu penjelasan sebelumnya tentang definisi dan hukum dari akad salam. Di mana akad salam secara mudahnya adalah “membeli sesuatu dengan uang secara tunai, namun penyerahan barang ditunda sesuai dengan kesepakatan.”

Telah jelas akan bolehnya akad salam berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan. Tentunya dari kebolehannya akad salam, terdapat rukun-rukun dan syarat-syarat yang harus terpenuhi. Sehingga, akad salam tetap berada pada hukum asalnya, yaitu mubah.

Oleh karena itu, pembahasan kali ini mengerucut pada rukun-rukun dari akad salam, syarat-syarat, dan juga model dari akad salam. Dengan terpenuhinya rukun dan syarat dari akad salam, transaksi muamalah akan menjadi halal dan tentunya diberkahi oleh Allah Ta’ala.

Rukun akad salam

Rukun pada akad salam setidaknya terdiri dari tiga. Yaitu, adanya dua pihak yang berakad, uang tunai dan barang, dan shigat (ijab kabul). [1]

Dua pihak yang berakad

Pada akad salam harus jelas terkait dengan kedua belah pihak yang berakad, tentunya secara umum disyaratkan dalam hal ini adalah orang yang sudah muslim, baligh, dan berakal. Kalaupun diwakilkan, maka wakil pun harus memenuhi dari syarat-syarat perwakilan.

ppdb sakinah

Kedua pihak dalam akad ini adalah

Al-Muslim: Yaitu, pembeli yang menyerahkan uang tunai kepada penjual sebagai alat tukar untuk barang yang ingin ia peroleh pada waktu kemudian.

Al-Muslam ilaih: Yaitu, penjual yang menerima uang tunai dari pembeli dan menyerahkan barang kepada pembeli sebagai alat tukar dari uang tersebut.

Uang tunai dan barang

Di antara rukun akad salam adalah uang tunai dan barang, di mana kedua ini termasuk hal penting dalam komponen akad salam. Dalam istilah syariat adalah,

Ra’sul Mal: Yaitu, uang tunai yang dibayarkan kepada penjual.

Al-Muslam fih: Yaitu, barang yang dijual kepada pembeli. Pada barang inilah sebab terjadinya akad salam, yaitu dengan menyerahkan barang ini kepada pembeli sebagai alat tukar dari uang tunai yang diberikan.

Shigat (ijab kabul)

Tentunya hal ini telah makruf di antara setiap rukun jual beli, mesti ada yang namanya ijab kabul. Namun, terkait dengan ijab kabul ini, tidak ada lafaz-lafaz tertentu yang diharuskan. Pada intinya, ijab kabul adalah sebagai bentuk dari penjual dan pembeli dalam serah terima barang dan uang. Seperti,

Pembeli mengatakan, “Saya memberikan uang ini sebagai bentuk akad salam kepadamu untuk barang ini dan itu dalam waktu sekian.”

Penjual mengatakan, “Saya terima uang ini sebegai bentuk akad salam dan saya akan berikan barang ini dan itu pada tempo waktu sekian.”

Idealnya dalam jual beli memang demikian. Namun, seiring dengan berkembangnya waktu dan zaman, maka bentuk ijab kabul dikembalikan kepada masing-masing ‘urf.

Pada intinya, ketiga rukun akad ini harus terpenuhi dan harus ditunaikan oleh kedua belah pihak. Agar akad salam yang dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syariat.

Syarat akad salam

Syarat-sayarat akad salam adalah sebagai berikut: [2]

Barang yang dijadikan salam harus jelas

Dalam akad salam, mengingat penyerahan barang sifatnya “ditunda”, maka barang harus jelas di awal. Sebagaimana hadis dari ‘Abdullah bin ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَسْلَفَ فِي شَيْءٍ فَفِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ

“Barangsiapa melakukan salam (jual beli dengan pembayaran di muka), maka hendaklah ia melakukan salam dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas, hingga waktu yang jelas.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengingat barang-barang yang tidak bisa ditentukan sifatnya akan memunculkan polemik dan perselisihan. Oleh karena itu, setidaknya ada empat sifat yang harus jelas dalam karakterisitik barang tersebut,

Pertama, barang dapat diukur dengan takaran

Seperti: beras, biji-bijian, kurma, dan lain sebagainya.

Kedua, barang dapat diukur dengan timbangan

Seperti: logam (emas dan perak), daging, buah-buahan, dan lain sebagainya.

Ketiga, barang dapat diukur dengan hasta, meter, atau satuan panjang

Seperti: kain, tanah, karpet, dan lain sebagainya.

Keempat, barang dapat dihitung jumlahnya

Seperti: hewan, telur, buah, dan lain sebagainya.

Sehingga, keempat sifat atau karakterisitik barang harus jelas dan tidak boleh samar-samar. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,

ولا نعلم في اعتبار معرفة المقدار خلافاً

“Dan kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam hal pertimbangan mengetahui ukuran.” [3]

Akad salam harus dalam bentuk tempo yang jelas

Dalam akad salam, semua harus jelas di awal, mengingat akad ini adalah akad tempo. Oleh karena itu, tempo waktu penyerahan barang harus dijelaskan di awal, kapan kiranya barang itu dapat diselesaikan dan penyerahan tersebut harus dengan sesuai perkiraan yang tepat.

Dan terkait dengan akad salam, barang tidak bisa diserahkan di awal. Karena jika barang diserahkan di awal, bukan dinamakan dengan akad salam.

Penyerahan uang tunai harus di awal

Penyerahan uang tunai harus diserahkan di awal. Dalam bentuk penyerahan uang, tidak bisa diserahkan sebagian tunai dan sebagian utang. Jika demikian, maka ia hanya berhak mendapatkan barang sesuai dengan uang tunai yang diserahkan.

Setidaknya ketiga syarat ini harus terpenuhi dalam akad salam.

Model akad salam

Sangat banyak model-model akad salam. Terutama pada zaman ini di mana dunia semakin berkembang dalam masalah jual beli. Di antara contohnya adalah Pre-Order.

Pre-Order adalah seseorang memesan makanan, barang, produk dengan spesifikasi tertentu dengan membayar uang terlebih dahulu sebagai bentuk memesan. Kemudian barang akan diberikan pada waktu yang disepakati bersama. Bisa satu hari, dua hari, sebulan, dan seterusnya.

Mengingat Pre-Order ini masuk kepada akad salam, tentunya ia harus memenuhi rukun dan syarat-syarat yang telah dijelaskan di atas. Hati-hati terkait dengan Pre-Order yang mengandung gharar (tidak pasti) seperti, spesifikasi barang tidak jelas, tidak pasti waktu pengiriman, dan lainnya jika memang Pre-Order dalam bentuk online.

Wallahu’alam.

Kembali ke bagian 1

 ***

Depok, 24 Sya’ban 1446/ 23 Februari 2025

Penulis: Zia Abdurrofi


Artikel asli: https://muslim.or.id/103893-fikih-akad-salam-bag-2.html